“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat keatas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja ,hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,serta mulut yang akan selalu berdoa”.

(Donny Dhirgantoro - 5 cm)

mar gheall orm

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
kalo lo bilang gue bisa terbang, gue yakin lo bisa menghilang!

Minggu, 28 Februari 2010

show time!!

semakin dilihat..
semakin menyiksa.

jijik!
dasar manusia..
dimana akal pikiranmu??
ok,,
aku memang harus kembali menjadi diriku yang dulu.
dan saat ini, aku sudah menemukan sedikit serpihan mozaik yang bertaburan dilangitku.

(senangnyaaa~~~~ bisa nulis lagi...~~~!!!)

Astaghfirullahal'adzim...
tobat yuk..
banyak dosa nih..

Astaghfirullahal'adzim...Astaghfirullahal'adzim...

tarik nafas... deep breathe
yak,, pikirkan masa depan,,
pikirkan keputusan apa yang akan diambil
pikirkan langkahnya
pikirkan resikonya..

dan sekarang (meski masih agak maksa) aku harus tersenyum
gyahahaha...

azee...
jijik lho. beneran pengen muntah..
tapi abisin dulu nih air mata, nangis sampe puas, baru ntar kluar, muntah. (hoek) skalian, belum makan nih, mual..
jadi klop deh!

hhehehehehe...
hm..
sebenernya permainan akan lebih seru kalo aku banting dulu orang itu..
hhai, ntar jatuhnya bakal lebih sakit. hahahahaha (evil laugh)

nggak.. nggak..
aku g sekejam itu kok..

aku lebih suka............................ (bermain dengan caraku sendiri)


DAN TERTAWA PALING TERAKHIR!

(setan dalam diri bangkit nih.. Astaghfirullahal'adzim...)

Astaghfirullahal'adzim...

lho??
kenapa aku nangis?
ugh,, ini kan laghi jam pelajaran It..
kenapa??
KENAPA AKU NANGIS!!!!????
kasian, keyboardnya basah karena tetes airmata!

aku ...
aku..
aku harus membenci?
aku harus bertahan??

dan yang paling membingungkan.. kenapa.. KENAPA AKU MARAH?
salah satu cara terefektif mengatasi emosi adalah dengan menangis..

maaf..
maaf...
maaf...
maaf..
maff.


g kuat!!
g bisa ditahan.. g bisa ditahan untuk g nangis...!!

Astaghfirullahal'adzim...
Astaghfirullahal'adzim...
Astaghfirullahal'adzim...
Astaghfirullahal'adzim...
Astaghfirullahal'adzim...

Astaghfirullahal'adzim...

ya ALLAH,, ini mungkin salah satu petunjuk..
ampuni aku ya ALLAH...
ampuni aku ya ALLAH...

terus menangis..
lemah!!
lo tu bisa!
ku'so!
perlu gw ngamuk??!!

heh!
udah gw bilang gw g sebaik yang lo kira!
tcih!
perlu berapa kali gw bilang?
salah,, kalian itu salah menilai saya.
sesukamu laa..
saya gak maksa...!!
ugh!

ughhhhhh!!!!
jadi manusia kok g komit sama prinsip sendiri?
g ada yang ngelarang!
dan yang terpenting... gw gak suka cara lo mengalihkan perhatian!
sumpah.. serius.. pengen ngamuk gw!

said that...

tak perlu menjadi orang lain untuk mencintai
inilah aku dengan segala lebih dan kekurangannya

tak perlu mengenakan topeng untuk menyayangi
inilah aku dengan segala kebaikan dan keburukannya

karena aku ingin menjalani kehidupanku
sebagai diriku sendiri,,


^_^
assalamu'alaikum...

hhi, akhirnya~
huaah..

hoho,
jadi,, sebenernya aku mau nulis apa yo?
yah..
baiklah..

saya tidak mempunyai ide untuk menulis..
hhe..

-arrasha nai aqielah-

Rabu, 24 Februari 2010

~ seandainya kata 'seandainya' tak pernah ada... ~

Kenapa aku menangis?
Padahal aku selalu menerima kelembutan darinya.
Kenapa dia selalu buatku menangis?
Padahal aku tahu maksudnya untuk membuatku tersenyum.
............................................
Seandainya..
Seandainya aku tak iba mendengar kisah singkatmu.
Seandainya aku tak begitu ingin kamu mendapat perhatian yang dulu tak sepenuhnya kau dapatkan.
Seandainya aku dan kamu tidak memulai permainan itu.
Seandainya kamu tidak terlalu menjagaku seakan aku begitu berharga untukmu.
Seandainya hari itu tak pernah ada.
Seandainya perkataan itu tak kudengar.
Seandainya aku dan kamu tak saling mengerti apa yang kita rasakan.
Seandainya hati kita tak berbicara tentang kejujurannya.
Seandainya kita tak saling mengetahui perasaan satu sama lain.
Seandainya perasaan itu tak saling terbalaskan
Seandainya kata “perpisahan” itu tak terucap
Seandainya semua itu tak terjadi, ku yakin posisi kita pasti masih seperti sahabat.

Lalu seandainya kasih sayang itu bisa tertahankan.
Seandainya kau tetap menganggapku hanya sekedar temanmu.
Seandainya kau tak terlalu menujukkan perhatianmu padaku.
Seandainya kau tak terlalu menyayangiku.
Seandainya kau tak begitu menjagaku.
Seandainya kita bisa menyimpan rasa itu jauh hanya dalam lubuk hati.

Dan seandainya aku hanya seorang diri di sampingmu.
Seandainya cintamu yang t’lah lalu tak kembali
Seandanya kisah – kisah tentangmu tak kudengar dari mereka
Seandainya kau tak mendengar kasihmu yang dulu, kini terbalaskan pula oleh yang pernah kau sukai
Seandainya aku bisa menahan diriku

Atau seandainya aku bisa menjauh darimu
Seandainya kau tak terlalu mengikatku
Seandainya aku tak selemah ini
Seandainya kau dan aku bisa menerima semua ini.

Dan tahukah kamu..
Seandainya kamu bisa memilih
Seandainya aku tak ada disana
Seandainya aku tak membuatmu begitu nyaman disisiku
Seandainya aku bisa pergi darimu.

Aku terluka.
Aku menangis
Aku berduka
Aku merintih

Aku ingin jauh darimu
Namun selalu kau katakan...
“jika kamu bahagia, tak masalah”
“siapa yang ngambek, kalau kamu bahagia,,”
“apapun asal kamu bahagia..”
“aku senang jika kamu senang, bagaimanapun kamu menanggapiku”
Bahagia.. aku ingin kamu juga bahagia.

Seharusnya aku bisa tersenyum mendengarnya
Seharusnya aku senang mendengarnya
Tak semestinya aku bersedih
Tak semestinya aku menangis.

Lalu mengapa sekarang aku begitu tersakiti?
Seakan aku tercabik – cabik dalam kisah ini.

Andaikan tak pernah ada saat – saat kita menghabiskan waktu bersama.
Andaikan tak pernah ada kehangatan yang menyelimuti kita ditengah dinginnya hujan kala itu
Andaikan tak pernah hadir waktu – waktu kamu memperlakukanku begitu lembut
Andaikan tak pernah hadir sajak – sajak indah yang kau persembahkan untukku.

Dan seandainya tak kudengar lantunan merdu itu
Seandainya tak terpatri janji bersama kita
Seandainya kita tak memulai melukis lukisan itu.
Seandainya kebersamaan kita tak pernah nyata.

Seandainya terjadi, tak ‘kan kita rasa kebahagiaan ini.
Dan andaikan tak terjadi, tak ‘kan ada pula kepedihan ini..
Seandainya aku tak pernah hadir dalam hidupmu...
Seandainya kamu tak pernah ada dalam hari – hariku..

Apa kamu masih bisa terus disampingku?
Apa kita masih terus bisa berjalan berdampingan?
Apa aku pantas berdiri disisimu?
Atau mungkin semuanya akan segera berakhir?

Menyisakan sisa – sisa sayatan
Menyisakan sakit teramat perih
Menyisakan pedih teramat dalam
Menyisakan airmata...

Kau dan aku..
Kau meninggalkanku untuknya,
Dan aku pergi darimu demi kebaikan kita semua...

Yang kuinginkan hanya kebahagiaan, ketenangan, kedamaian..
Dan keberadaan kita dalam satu jalan yang padu.

Seandainya takdir tak menuntun kita kearah ini..
Seandainya...
Seandainya kata “seandainya” tak pernah ada...

today ~

Hari ini rasanya beda.
Beda dan aku merasa semakin g pantas ada disini.
Sudahlah, memang dia yang lebih bisa melakukan banyak hal untukmu.
Bertemu dengan seseorang yang lebih sanggup membuatmu tersenyum, berat rasanya.
Aku bisa melihat semuanya dari sini, aku berada sangat jauh sekali di bawahnya.. haaah..
Hujan semakin deras ya.. rasanya aku jadi makin sedih. Sekarang sudah senja, dan aku gak mungkin bisa lihat ada pelangi lagi.

Hari ini aku buat kamu kesel lagi, marah lagi. Hahaha, aku memang pinter banget ya. Pinter banget buat kamu susah..
Yaudah lah,, mungkin memang lebih baik aku berdiri jauh darimu. Lihat deh, orang yang dulu sangat kamu kagumi sekarang kembali dihadapan kamu. Sosok yang kamu suka itu sekarang bisa ada di dekat kamu. Dia ada untuk kamu, menunggu kamu kembali mengalihkan perhatianmu padanya. Dan darimanapun aku dan kamu memandang, memang dia yang lebih bisa membuatmu tertawa, kau tahu, dia cantik sekali.. dan jika kamu kembali menaruh rasa padanya, itu adalah hak mutlakmu. Dan berbahagialah, sekali lagi perasaanmu terbalaskan.

Aku memang gak pantes ada di samping kamu. Aku gak pantes untuk kamu. Ya, kan?!
Aku yang salah, aku selalu mengusikmu, aku pergi aja.. pelan – pelan, lalu lenyap. Dan kamu bisa bahagia sama mereka disana. Bahagia tanpa ada aku yang gak pernah bisa jadi yang terbaik buat kamu. Kamu juga lebih bisa menyayanginya kan..?

Aku cuma ada untuk sesaat, hanya agar kamu gak kesepian selama dia gak ada. Aku cuma dikirim untuk menemani kamu sebentar aja, karna yang pantes untuk kamu memang cuma dia.

Yah.. hujannya reda...

Langit masih gelap lho,, aku basah kuyup disini, semoga kamu gak kehujanan disana.
Kalo menurutku, bukan cuma karena keberadaanku yang gak seharusnya disana, tapi keadaanku yang juga akan selalu buat kamu susah. Bukan aku gak suka, tapi aku gak mau terus – terusan ngerepotin kamu, buat kamu ikut merasakan sakit.
Entah udah berapa kali aku bilang kamu gak perlu ngurusin aku. Kamu gak usah repot bantu aku terus. Biarin aja, makasih untuk semua yang kamu lakukan, makasih banget. Suatu saat kamu akan lebih terluka, karena aku pasti akan meninggalkanmu. Pergi dan tak akan bisa kembali lagi padamu atau pada yang lain selain kamu. Waktuku singkat, sangat singkat. Namun hingga saat itu tiba, dan hampir tiba, aku akan berusaha buat kamu senyum terus.
Ayo, aku tau aku gak akan mampu terus temenin kamu. Jadi, selama masih ada sisa waktu kamu harus belajar untuk perlahan meninggalkan semuanya..
Atau kau boleh terus mendukungku, menyemangatiku, tapi cukup lakukan itu dari tempatmu berada, jangan berada lebih dekat lagi. Meski karenanya aku akan tersakiti, tapi semua akan lebih baik seperti itu..

~ himitsu.... !!

Satu hal yang ingin kubagi.
Jangan bohongi diri kalian sendiri...
itu sangat menyedihkan, sangan menyakitkan.
Padahal tujuanku agar semua bahagia, aku ingin semua bisa tersenyum. Tapi ternyata aku salah.
Aku salah besar!
Apa mereka bahagia disana?
Aku tak tahu, namun aku merasakan hal lain disini. Bagaimanapun aku berusaha menahannya, aku tetap ingin menangis. Semakin ku pendam, semakin pahit rasanya.
Kemana senyuman yang selalu hadir itu? Dimana kasih sayang itu?
Aku merasa sendiri disini. Aku tak mengerti harus bagaimana..
Tiap kali aku bersimpuh, air mata selalu basahi pipiku.
Tiap kali aku merenung, sakit dalam hatiku semakin menjadi.

Sudahlah, aku terlalu lelah menghadapinya.
Aku merasa terlalu letih dengan ini semua.
Aku cukup mengerti apa yang kuinginkan kini.
Aku ingin dia tetap seperti dulu. Tetap berjalan seiring denganku. Tetap disampingku.
Mengapa kini kurasa ia terlalu jauh. Ia berada di tempat yang sangat tinggi. Aku tak mampu membawanya kembali...
Aku ingin dia kembali. Aku ingin dia disini. Aku tak mau dia menjauh. Karena aku menyadari, hingga saat ini aku belum bisa menerima kenyataan. Aku terlalu lemah..
Aku ingin kembali kuat, kembali tegar.
Namun sebagian dari diriku tetap mengharapkan semua keindahan yang telah berlalu bisa terulang lagi. Kembali lagi. Atau melahirkan cahaya baru.
Dan entah sejak kapan ia berada sangat jauh dari tempatku berpijak.
Masih terukir jelas di benakku saat – saat kami mewarnai lukisan itu.. dengan berbagai warna yang sulit di cerna, tampak sangat kacau bagi mereka. Warna tak beraturan yang mengisi tiap sudut kanvasnya.
Lukisan itu bagai tak berarti di mata yang lain, karena hanya pelukislah yang mengerti betapa indahnya lukisan itu.
Dan karya itu masih terpajang di sini. Masih dalam bingkai cantiknya, menghiasi dinding hariku.
Lukisan itu menyimpan banyak rahasia, menyimpan banyak cerita tentang dunia, lukisan yang berisi kasih sayang.

Apa aku harus melepasnya dari dinding itu? Lukisan itu terlalu indah untuk kutinggalkan..

Apa dia pun masih menyimpannya? Apa dia masih memajangnya?
Atau dia telah meletakkanya jauh dari jangkauan rasanya, hingga ia lupakan semuanya?
Hingga dirinya pergi menjauhiku.

Aku yakin dia bisa melihat air mataku. Aku yakin dia bisa mendengar bisikan hatiku. Aku yakin.
Namun mengapa ia tak kunjung kembali?
Aku tak butuh diamnya. Aku ingin mendengar ucapannya. Komohon jangan berbohong lagi...
Kumohon, katakan saja semuanya. Apa dia lupa pada janji itu?
Apa dia lupa padaku?

Aku ingin merasakan kehadirannya lagi. Kami berada di satu ruangan yang sama, tapi mengapa ia bagaikan berada di dunia yang tak bisa kujamah.
Aku ingin dia di sampingku lagi. Aku ingin melalui hari bersamanya lagi. Aku ingin mendengar tawanya lagi. Aku ingin melihat senyumnya lagi. Aku ingin dia menemaniku lagi. Aku ingin dia kembali padaku...

Kau yang berarti bagi perjalanan panjang hidupku, jika kau mendengar jeritan hatiku ini, kumohon katakan padaku bahwa kau pun masih menungguku.
Bahwa kau masih mengenang namaku. Bahwa kau masih ingat semua waktu bersama kita. Kala sepi yang menghiasi, kala canda dan tawa menerangi.
Saat meniti langkah menuju bahagia, saat kau ucapkan kerinduan, saat kau utarakan perhatian, kala kau ciptakan kasih sayang, dan ketika kau ungkapkan perasaanmu.

Maafkan kemunafikanku. Ampuni kebodohanku. Aku hanya manusia biasa yang tak ingin kehilangan lagi..
Jangan menjauh dariku. Jangan membangun tembok nyata antara kita.
Aku tak pernah membencimu, aku menyayangimu. Aku ingin memberimu banyak hal, selama aku masih mampu memberi sesuatu..
Sulitkah permohonanku? Hanya ingin kau kembali seperti saat itu. Hanya ingin kau tetap disampingku. Hanya tak ingin kau menjauh dan membentangkan jarak antara kita.
Terlalu sulitkah permintaanku?
Tak bisakah kau penuhi itu?
Yah.. aku tak bisa memaksamu, aku tak bisa menyalahkanmu.
Jika memang semua harus berakhir disini, dengan segala perasaan terpendam, dengan segala impian yang mati, akan kubiarkan kau berlayar. Aku tak akan memaksamu berlabuh padaku, namun aku akan ada disini, saat kau membutuhkanku.
Dan biarkan aku puas menangis disini, karena sosokmu yang tak mungkin lagi hadir kembali...

Aku akan disini, menjalani hari – hari baru, meski senyummu tak kan selalu temani aku,
Tapi aku tetap yakin, bahwa dimanapun kita berada disana tetap akan ada kehangatan.
Suatu saat nanti, jika memang takdir mengizinkan, aku akan berdiri dihadapanmu lagi, dan kau pun akan memberiku banayk hal menakjubkan, melebihi yang dulu selalu kau persembahkan padaku. Percayalah, ini memang akhir. Tapi bukan yang terakhir...

^ shiroi bara.... ^

Aku memandangnya dari sudut ruangan gelap ini.
Sudah lama sekali aku ingin mengajaknya berbincang, atau sekedar menyapanya dengan senyum dan lambaian tangan.. namun sayangnya aku tak mampu untuk itu.

Sebenarnya apa yang ku inginkan?
Apa yang aku mau?
Aku tak mengerti diriku sendiri. Kucoba untuk mengerti, dan saat kutemukan titik gemerlap itu, aku tak sanggup menjangkaunya, dan terjatuh....lagi...
Saat kubiarkan angin menerpaku, kala kulepas ombak menghempasku, aku berusaha untuk tetap berdiri seperti karang itu. Namun aku tak bisa, kemudian goyah dipermainkan keadaan.
Kucoba pergi dan menutup kedua mataku, menutup telingaku, bersembunyi jauh dari kenyataan, tetap ku tak bisa menipu batinku. Jiwaku yang terus memberontak. Hatiku yang semakin kuat berteriak!

Apa yang aku inginkan??!!
Apa yang ada dipikiranku??
Iblis apa yang terus menarikku?!
Kenapa...
Kenapa aku tak bisa melepasnya??!!!

Kami berada di jarak yang sangat dekat, namun bagiku dia seperti berada di bagian dunia lain.
Aku berdiri di belakangnya, namun aku tak bisa berbisik apapun padanya.. apalagi menyentuhnya...

Sudah terlalu lama waktu berselang semenjak perpisahan itu terjadi..
Seharusnya itu menjadi perpisahan yang manis, atau pembuka yang indah bagi cerita baru..

Dia menungguku ditepi danau petang itu, namun hingga bayangan bulan mulai tampak di permukaan airnya, aku tak juga datang. Itu kesalahan terbesar yang pernah kulakukan, selama yang kutahu.
Rintik mulai menyapa, hingga bayangan cahaya malam mulai buram..
Namun aku tak jua kunjung datang....
Aku membiarkannya sendirian.. sendirian.. dan aku benar – benar meninggalkannya...
Ditempat lain, aku terus berlari membawa lily putih itu untuknya.. lily putih, bunga yang sangat ia sukai. Ia suka semua bunga berwarna putih, tapi entah mengapa aku memilih setangkai lily putih untuknya hari itu. Aku melindunginya di balik mantel pemberiannya..
Tempatnya menunggu semakin dekat, begitupun waktuku yang semakin tiba..
Angin berhembus semakin kencang,, dan semakin dingin menusuk..
Tiba – tiba aku merasa beku, mantelku tersibak, bersama gugurnya mahkota lily itu satu persatu...
Aku terperanjat sejenak..
Ada apa ini? Bunga itu berguguran..
Aku berlari ke seberang jalan, disana kutemukan sebaris kebun mawar. Mawar putih, kupetik setangkai mawar putih..
Mawar putih,,,

Aku bergegas merengkuh semuanya. Dia masih setia menanti disana..
Aku berlari, dan dalam detik yang tak dapat kuhitung.. segalanya berakhir..
Terbujur kaku, bersama mawar putih yang kini berwarna merah..

..............

Aku tersadar dari lamunan senduku..
Menatapnya lagi...
Tersenyum, dan menangis..
Kubelai rambutnya, tapi tak bisa..
Kupeluk dia, tetap tak bisa!

”Dunia kita memang sudah berbeda, sayang...”
Aku tersentak, ada apa ini?
Dia menunduk, bulir bening hadir di ujung matanya..
Cahaya matahari mulai hadir melalui celah – celah kayu tua ruangan ini..
Dan tak bisa lagi saling membohongi diri.. ia nyata, dan aku tidak.
ia hidup dan aku... mati.

”aku percaya, hari itu, kamu pasti datang, karenanya aku terus menunggu..”
Aku tak mampu beerucap..
”aku percaya, kamu pasti datang...”
Tapi aku tak datang..
”ruangan ini, tampat kita berdua bersembunyi dari mereka di luar sana. Tempat kita bersama tanpa seorangpun tahu, tempat kita berbagi cerita, tentang hari – hari kita...”
Ya, tempat ini jadi saksi..
”Tempat ini berada persis di tepi danau itu.. tempat ini menjadi saksi.. betapa aku...”
Ia berhenti berkata...

”aku...”
”aku... betapa aku selalu setia menantimu...karena aku... percaya kamu..”
Kini kata – katanya benar – benar terputus. Kedua matanya terpejam. Membawa air mata pergi bersamanya..
Ia pun berlalu, tinggalkan dunia...

Aku membatu, memandang semuanya... aku berteriak memanggilnya.. KEMBALILAH!!
Saat keheningan semakin terasa nyata, saat hatiku semakin membisu, sosok itu hadir di sisiku yang tengah pilu tersedu..
Menggenggam tanganku hangat..
”sekarang, kita bisa bersama lagi...”

Bahkan dalam kematian, kehangatan kasih sayang itu masih terasa..
..............................................................................................................................................................

hadesh..!

Ini memang kesalahanku, aku tak mau lagi melihat kebelakang, aku melihat yang ada saat ini..
Kini kau berada cukup jauh dariku, namun seperti yang pernah kukatakan, kehangatan itu masih tetap ada.
Kau yang jauh disana, tahukah kamu? Keadaanku tak cukup baik saat ini. Tak cukup baik untuk melukis senyum di parasmu.
Tak cukup baik untuk membuatmu tertawa.
Jika kau tahu penyebabnya, aku sudah hapal apa yang pasti akan kamu katakan.
Sesungguhnya di tengah keheningan ini aku ingin kamu ada di sampingku mendengarkan semua bisik perihku, menentramkanku, membagi sedikit cahayamu untukku.
Tapi kau tak ada. Disini hanya ada sosok lemahku dan derai airmataku.
Sesaat aku terlalu kalut menghadapi hal di hadapku, tapi mengingat seandainya ada kamu disisi, mengingat apa yang akan kamu katakan, aku berusaha kuat untuk bangkit.
....................................................................
Dan kau yang dengan idiot menghinaku, apa kau tahu? Menjadi diriku terkadang tak semudah yang kau bayangkan. Aku lebih suka sendiri, terluka sendiri, perih sendiri, bersedih sendirian, menangis seorang diri. Hingga ada saatnya aku bersama kalian, dan kalian akan menemukan sosokku yang tertawa lepas, aku yang bahagia, yang tersenyum yang bercanda ceria bersama kalian. Aku tak ingin kalian tahu ada jiwa yang sangat rapuh dalam diriku, aku tak ingin kalian ikut merasakan sakit itu. Kalian akan lebih bahagia bila terus melihat aku yang tegar dan baik – baik saja di hadapan kalian.

Tahukah? Tak seharusnya kalian melihat kelemahan itu. Kalian tak akan mengerti, yang ada hanya kesalahpahaman. Aku tak akan mengungkapkan semua itu, kerena aku menjaga sesuatu yang berharga bagiku.
Mengertilah.. aku memang akan sangat tersakiti bila kau sebut aku pengkhianat. Bukan karena sebutan rendahmu itu, tapi karena kau menyebutku pengkhianat tanpa mengerti apa yang terjadi padaku. Lebih baik aku diam disini, mendengar semua hinaanmu, mendengar semua olok dan umpatan sampahmu padaku, dari pada aku berbicara sepatah kata dan kehilangan sesuatu yang amat berarti bagiku.

Aku memang hanya manusia biasa, munafik jika kukatakan aku baik – baik saja. Tapi aku tetap bisa berusaha menjaga apa yang kusayangi, melindungi apa yang kucintai.
Dan jika kamu merasa dirimu itu hebat, silahkan remukkan aku, hancurkan aku! Tapi ingat satu hal, aku tak akan pernah menjadi pengkhianat. Aku tak serendah itu! Sekalipun aku tak akan pernah mengkhianati siapapun, setiap manusia punya waktu dan kesempatan. Manfaatkan itu sebaik mungkin, jangan hanya bisa mendengar celotehan busuk dan mengumpat orang lain.

Kau boleh tertawa disana, tapi jika kau datang padaku dan mengumpatku sekali lagi, kupastikan sesuatu akan terjadi dan itu mungkin tak akan cukup menyenangkan untukmu.

Aku bisa selembut kapas, tapi jangan kau pikir aku tak bisa sekeras karang.
Aku bisa menjadi sesejuk embun, tapi jangan kau kira aku tak bisa sepanas api.
Aku bisa menjadi sosok ’malaikat’, tapi jangan kau sangka aku tak bisa menjadi sekejam ’iblis’ dihadapanmu.
Jika kau sudah terlalu berlebih menginjakku, dan jika kau tak bisa lagi menerima sikap halusku. Bukan tak mungkin kau akan berhadapan dengan sosok – sosok mimpi buruk dariku.

^ fairytale... ~

Aku ingin menulis sebuah kisah. Kisah yang menceritakan tentang sepasang bocah manusia yang terikat dalam satu takdir. Dimana terlahir suatu kehangatan yang kita sebut itu kebersamaan. Kisah tentang kita.

Entah sejak kapan kita berada di tempat ini. Membangun istana kita sendiri. Menghalau tiap –tiap jiwa agar tak turut serta dalam dunia kita. Kita menciptakan jarak bagi yang lain, menciptakan alam bagi kita sendiri, seakan hanya ada sosok ku dan sosok mu disana
Saling mencurahkan perhatian dan kasih sayang. Mengingatkan akan keteguhan hati. Saling menjaga, saling melindungi. Belajar untuk selalu memahami satu sama lain, mengerti dirimu, mengerti aku.

Kita melalui waktu – waktu bersama, bersembunyi dari mereka yang tak mengerti apapun. Menghabiskan detik – detik dengan canda tawa kita, sesaat kemudian saling termangu mengusap air mata kita.
Semua yang terjadi begitu indah, kehangatan itu terasa nyata disini.
Seporsi kebahagiaan yang kita bagi berdua, sebait kepedihan yang kita ubah bersama, melukisnya menjadi panorama.
Hingga sekat antara kita semakin tipis, dan keberadaan kita semakin lekat dalam hati.
Hingga perasaan itu tumbuh, lebih dalam dan semakin dalam, mengikat hati kita, membelenggu jiwa kita. Merasa selalu ingin bersama, merasa selalu ingin memiliki. Tak ingin kehilangan, dan tak ingin melupakan.

Dan bodohnya manusia,,
Kita mengungkapan pada dunia tentang apa yang ada dalam hati kita,, saat benteng kita harus diruntuhkan, saat istana kita harus dihancurkan.
Saat semua lukisan kita harus dimusnahkan... jika ini yang terjadi, bukan hanya dunia kita yang akan musnah, tapi juga aku yang retak...

Bukan kebencian, melainkan ketakutan yang menyelubungiku.
Aku takut... ketakutan yang sama denganmu dulu.
Aku takut, aku takut jika aku hanyut dalam lautan indahmu.
Bukan kemarahan, melainkan kesedihan yang menyelimutiku
Aku sedih menyadari semua yang telah kita lalui ini harus berakhir seperti ini.

Berakhir, dan aku akan kehilanganmu.

Aku tahu, kata perpisahan itu, bukan hanya aku yang meredam airmata mendengarnya, tapi juga kau.
Ini demi yang lain, kita harus berkorban.

Namun mengapa perpisahan kita harus diawali kembali dengan pernyataanmu?
Kenapa?
Tak sadarkah kau, itu semakin menyiksaku yang telah terluka oleh kesendirian...

Aku benar – benar merasa kehilanganmu! Aku kehilangan satu hati yang begitu berharga bagiku...
Disisi lain kau tersenyum padaku, mengatakan hal yang tak pernah kuduga.
Dan terlebih pedih bagiku, perasaanmu itu terbalaskan oleh alam bawah sadarku! Bukan aku tak suka, namun aku tetap menangis. Menangis karena merasa ini sudah jauh, jauh tersesat!
Mengapa kau terlalu lama memendamnya? Mengapa kau tak pernah mengatakannya saat itu? Padahal banyak waktu yang kita lalui bersama...
Sekarang aku harus bagaimana? Aku berada di antara kau, hidupmu, masalahmu, dirimu..

Dibelakangmu berdiri sosok yang selalu setia mencintaimu, selalu setia menantimu membalas perasaannya, bertahun – tahun memendam perih karena kau tak kunjung memandangnya.
Di hadapanmu berdiri sosok yang kau cintai, yang kau kagumi. Dia tersenyum begitu manis, dia terus disana, dan kau terus mengejarnya...
Di sisi lain ada sosok terpaku memandangmu, dia yang juga terhipnotis oleh dirimu, meneteskan air matanya, dia yang begitu menginginkanmu.. dia yang selalu memandangmu dari sisi yang tak pernah kau jamah.
Dan kau berdiri diantara semuanya...

Dan aku, kau menggenggam tanganku ditengah – tengah itu semua. Kau tak kunjung melepaskan genggaman itu. Kau berlari mengejar apa yang –pernah– kau cintai, dibelakangmu sosok pedih itu terus mengikutimu, juga dia yang tak menyerah menunggumu, dan aku yang kau ajak berlari disisimu!

Lepaskan aku! Akan terlalu sakit jika terus disini!
Jika yang dihadapanmu tak membalas perasaanmu, mengapa tak kau coba berbalik dan lihat! Siapa yang ada dibelakangmu!
Dia begitu manis, coba perhatikan kesetiaannya...
Jika tak juga mampu menepis segalanya, coba jamah sisi lain ruang gelap ini, ada yang menunggumu disana.
Atau tinggalkanlah semuanya! Berpaling dari semuanya dan bawa setangkai melati putih itu untukku. Untukku tanpa seorangpun yang tahu..
dan kurasa itu tak mungkin.. tak kan pernah...

lalu... diantara begitu banyak yang menunggumu, mengapa kau tak juga melepaskan genggamanmu?

Aku sudah memenuhi keinginanmu, aku ada bersamamu disini. Selalu kutahan tangis batinku demi senyummu, karena ku tak ingin senyum itu pudar.
Suatu ketika pernah ku coba lepaskan genggamanmu, aku terlepas, dan kucoba jauhi kamu. Namun rintihanmu memanggilku untuk kembali, saat kembaliku, kau merangkulku, mandekapku erat, lalu berkata ”jangan pernah tinggalkan aku lagi!”

Dan mengapa kau yang kini memilih untuk meninggalkanku, namun justru semakin erat mengikatku..

Kita saling mengerti dan mencoba untuk selalu saling memahami.
Kau bisa mengerti apa yang kuinginkan begitupun aku yang selalu coba mengerti kamu
Tidak ada yang kita sembunyikan di dunia kita. Aku tahu perasaanmu dan kau pun tahu apa yang kurasakan terhadapmu.
Jika aku terpuruk, kau selalu berkata bahwa kau ada disini bersamaku. Bersedia berbagi duka, membuatku kembali tersenyum. Begitupun jika kau tengah lara, aku kan ada untukmu.

Dan ketika kisah kita harus diakhiri kau berucap terbata bahwa kau kehilangan aku. Tersentak kudengar itu. Kehilangan? Teringat akan tawa tangis kita, kebersamaan dan kesendirian kita.. ya.. akupun kehilangan kamu...

Namun satu yang kuyakinkan pada hatiku. Aku tidak akan memenangkan egoku. Aku tak akan berbohong bahwa aku tak menginginkanmu, tapi disana masih banyak yang lebih membutuhkan kamu. Aku tak ingin bahagia namun harus bersembunyi dari pandangan mereka. Aku juga tak ingin tersenyum cerah sedangkan aku tahu mereka merintih. Meski jika aku ingin, aku bisa saja melakukannya.



Jika aku jujur, mungkin ini memang salahku. Bukan, bukan tentang keinginanku. Melainkan posisiku.
Aku mengenal kalian, aku tahu isi hati kalian, aku tahu hubungan kalian, aku tahu apa yang kalian inginkan satu sama lain, aku menyimpan rahasia kalian.
Disinilah aku terpuruk. Padahal aku ingin mengetahuinya karena aku ingin bisa melakukan yang terbaik tanpa harus menyakiti.

Namun dirikupun terus memaksa untuk tak memperdulikan kalian. Seakan -akan kalian sedang menari dalam genggamanku, seperti aku sedang mempermainkan kalian. Mempermainkan perasaan kalian..
Namun sungguh, aku tak berniat melakukannya.

Aku tak akan mempermainkanmu, bahkan untuk membalas kasih sayangmupun aku tak tahu bagaimana caranya.
Aku harus berbuat apa...?
Jika kubalas kau secara nyata, akan ada yang merintih disana. Jika tak kulakukan itu, aku tak ingin melihatmu terluka.
Karena aku tahu semua perihal itu, maka semakin berat pertimbangan langkahku...

Biarlah keinginanku atasmu hanya tertulis di secarik papyrus tua di benakku.
Lupakan saja...
Jangan pikirkan tentang ini..
Cukup aku saja yang tampak lemah...

Jangan meringkuk dalam ketakutanmu, aku tak akan pergi. Tugasku belum usai.
Masih banyak yang harus kuberi untuk membalas kasih sayangmu.
Tetaplah jadi dirimu, seperti kamu yang aku kenal, kamu dengan segala limpahan perhatianmu..

Aku akan tetap disini. Aku tak akan keluar atau menjauh.
Meski berat, karena mungkin aku terlalu bingung harus berbuat apa.

Seperti yang pernah kau katakan padaku ”kamu percaya aku kan?”
ya.. aku percaya kamu. Dan kuharap kau juga bisa percaya padaku.
Aku menyayangimu, aku tak ingin menyakitimu. Aku selalu inginkan yang terbaik untuk mu....

Hanya ini yang bisa kulakukan..
Terimaksih telah melimpahkan perhatianmu padaku.
Terimakasih telah menjagaku selama ini..
Terimakasih kau telah begitu menyayangi diriku..

....* karena.... *

Hari ini tak hanya kepedihan yang kudapati. Tapi aku menemukan secercah cahaya yang kita sebut bahagia.

Dalam mimpi kita telah hidup dua sosok yang seakan nyata. Itu adalah aku dan kamu. Dalam mimpi itu kita saling meniti jalan, setapak demi setapak, dalam gelap terus melangkah mencari kehangatan. mengapa tak ada kehangatan yang menyelimuti kita?
Itu, karena.. kita belum sadar akan arti kebersamaan kita.

Lama sosok – sosok itu berjalan sendiri – sendiri..
Hingga suatu ketika sosok yang selalu berjalan paling belakang kelelahan..
Namun yang lain tetap terus berjalan..
Dan dalam perjalanannya kali ini, dia merasa lebih dingin dari sebelumnya. Lalu ia menoleh kebelakangnya. Tak menemukan seorang pun disana. Ia merasa bingung..
Lalu ia mendengar seseorang memanggilnya. Bukan meneriakkan namanya, tapi memanggilnya.
Ia berlari kearah sebaliknya. Ia mengerti satu hal yang baru saja lahir di benaknya.
Bahwa selama ini ia merasa nyaman karena ada sosok lain dibelakangnya. Sosok yang kelelahan mengikutinya..
Ia terus berlari mencari sosok itu..
Dan ia menemukan sosok yang tengah redup dalam tangisannya. Hampir lenyap.
Tanpa kata, ia berlari dan merengkuh sosok itu. Memeluknya, mendekapnya erat.
Dan sesaat mereka merasakan kehangatan. Kehangatan yang semakin lama semakin kuat.

”Ini yang kucari” ucapnya lemah
”dan kini t’lah kau temukann”....

Jumat, 19 Februari 2010

you've been there....

Lihat aku!
Apa yang kau temukan?
Kau telusuri bola mataku, mencari jawaban bagi pertanyaan – pertanyaanmu. Apa bisa kau temukan itu? Aku tak ingin mengatakan pencaharianmu itu sia – sia. Tapi coba kau bayangkan. Pikirkan. Jika kau hanya terpaku menatap pada kedua mataku, kau tak akan dapat apa – apa.

Jangan lihat bola mataku. Tapi lihatlah aku! Rasakan keberadaanku.

Tak jugakah kau dapat jawaban itu?
Kuberitahu padamu. Jawaban yang kau cari tak akan kau dapati dari tatapanku. Yang kau cari itu tak ada padaku.karena kau mencari apa yang tersimpan di hatimu sendiri

Hari dimana kau rebahkan sayap – sayap patahmu di pundakku t’lah berlalu.
Detik dimata air matamu berderai, dan ku hela itu dengan tanganku tlah lama berselang.
Yang ada saat ini, aku yang kau topang, aku yang terbaring di pangkuanmu.

Tapi itulah jawabannya.
Persahabatan. Persaudaraan.
Tak selamanya kita berada di puncak, terkadang kita terperosok ke jurang.

Dan untuk itulah kita ada. Saling mengisi
Persahabatan bukan sekedar kata yang terdengar indah, bukan sekadar ucap dalam pertemanan. Bahwa persahabatan adalah hal luar biasa yang menjadikan hidupmu bagai aurora. Hal luar biasa yang hanya bisa kau dapat dari mereka yang benar – benar mengenalmu, mengerti dirimu, memahami hatimu, menyayangimu dan menerimamu apa adanya, mengimbangi kelebihanmu dan melengkapi kekuranganmu.

Untuk itulah kita dipertemukan.
Untuk itulah kita terpaut, diikat dengan benang – benang dalam hati kita.

Kehadiran kita dibutuhkan. Aku membutuhkanmu, dan kau membutuhkanku,
Dan percayalah padaku, sejak kita berjanji untuk saling melindungi dan selalu bersama, saat itulah masa depan kita mulai terukir.

Berdampingan denganmu bukan penderitaan, bukan siksaan. Meski banyak hal pahit yang kita lalui, namun karena keberadaanmulah, semua itu menjadi indah.

Terimakasih, kau telah melukis dunia dalam hidupku...

~yakusoku....~

Jika saat ini kau tengah terbuai dalam belai mimpi, hanya satu yang ingin kukatakan, ‘teruslah bahagia’.
Mungkin kau tak mendengar kata – kataku, namun setidaknya kau merasakan kehadiranku.
Aku sadar bahwa impianku terlalu tinggi.
Padahal,, bahkan kau pun tak bisa melihatku.

Aku memang tak tampak, aku maya, aku t’lah mati..
Namun setidaknya mengertilah bahwa kita pernah mengukir tawa, melukis dunia dengan canda.

Ingatkah kamu saat hujan membasahi rumput – rumput ilalang?
Hari itu kita bersama sepanjang waktu, bercerita tentang diri kita, tersenyum, tertawa bahagia.
Ingatkah kamu bahwa pada hari itu kau mengajakku melukis pelangi?
Kemudian kau mewarnai wajah kita dengan cat air, dan kita berteriak
“Kita Pelangiii...!!!!!”

Kurasa kau sudah lupa.
Kau hanya diam, inginku genggam tanganmu lagi, merasakn hangatnya kasih sayangmu yang selalu tercurah.
Tapi hari dimana kita mengukir nama kita di pohon tua itu telah berlau. Berganti kepedihan sepanjang masa.
Karena aku lebih dulu pergi.

Masih terkenang jelas dipikiranku ketika tetes demi tetes air matamu mengalir. Membasahimu, mengiringi kepergianku.

Kau letakkan mawar disisi jasad kaku ku, hadiah ulang tahun terakhir yang kau beri untukku.

Mawar itu masih kusimpan, masih cantik, masih semerbak. Persis seperti saat pertama kali kau berikan padaku.
Dan hari itu terulang lagi, kini.
Kubawakan mawar itu, kuletakkan disisimu.. mengiringi kepergianmu.
Dan aku juga menangis, sepertimu menangisi aku.

Dan tiba – tiba aku tersentak, kau datang dari belakangku, tersenyum padaku dan kemudian mendekapku erat.

“adikku tersayang,, akhirnya kakak menemukanmu...”

Dan hatiku ikut menangis. Mengiringi ucapku,,

“maafkan aku, kakakku.. karena aku telah meninggalkanmu..”

Dan pelukanmu semakin erat..

“maafkan kakakmu ini,, yang tega membiarkanmu sendirian..”

Dan kita berjanji, dibawah rintik hujan, sama seperti waktu itu..

“aku tak akan meninggalkanmu lagi..aku tak akan membiarkanmu menangis sendirian lagi...”

Kutulis ini bagi.. dia

Kisah ini kutulis dengan bulir airmata, kupersembahkan bagi dia yang saat ini tengah membacanya.
Aku hanyalah gadis biasa, dengan kehidupan biasa, dan impian biasa.
Dengan hal biasa, melakukan banyak hal luar biasa.
Impian dan harapan hanya sebagian kecil dari hal yang ingin kau capai, karena aku yakin kau bisa menggapai bintang, melakukan banyak hal menakjubkan yang tak bisa dilakukan orang lain.

Kisah ini kutulis dengan harapan, kuhibahkan bagi dia yang tengah mencermati bait – baitnya.
Bahwa aku hanyalah bagian kecil dari dunia, bahwa dunia tak terbatas pada mimpi.
Bahwa jika kau ingin, kau bisa mendapatkan dunia.
Karena kau bisa melakukan banyak hal mengagumkan yang hanya bisa dilakukan olehmu.

Kisah ini kutulis dengan do’a, kuhaturkan bagi dia yang tengah mencoba mengerti syair – syairnya.
Bahwa kata – kata itu indah, seindah rangkaian mawar di kebun belakang gubuk kita. Seindah temaram bulan dalam gelapnya malam kita.
Bahwa tatapan itu menyejukkan, sesejuk embun pada dedaunan dan ilalang.
Sesejuk mata air, dan sebening air matamu.

Bahwa tangisan tak selamanya itu kepedihkan, bahwa senyuman tak selamanya itu kebahagiaan, bahwa benci tak selamanya itu ketidakpedulian, bahwa tidakpeduli tak selamanya itu kebencian.

Dan diantara dusta dan tipuan, ada yang tetap menjaga janji setianya, mengukirnya dalam hati, dan tak akan mengingkarinya, tak akan melupakannya.

Dan telah kutemukan setitik cahaya dalam ruang gelap yang hampa. Ruang tempat ku menunggu datangnya lentera temaram yang membawaku keluar.
Dan hari itu telah tiba. Lentera itu datang, meski temaram aku tentram disisinya. Meski samar dan sederhana, tapi itu menghangatkan. Dan aku ingin menjaganya, agar lentera itu tak padam lagi, agar cahayanya semakin benderang.

Dan suatu hari lentera itu dapat membagi sinarnya kepada banyak jiwa, menghangatkan mereka, mengobarkan api kehidupan dihati mereka. Dan jika saat itu tiba, mungkin aku telah menghilang. Karena aku bukanlah keabadian...

Sampai saat itu tiba, aku tak ingin pergi jauh dari titik cahaya itu.
Karena aku yakin akan selalu merindukannya kelak.
Sampai lenteraku benderang kelak, janjiku, aku tak akn meninggalkannya..