“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat keatas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja ,hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,serta mulut yang akan selalu berdoa”.

(Donny Dhirgantoro - 5 cm)

mar gheall orm

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
kalo lo bilang gue bisa terbang, gue yakin lo bisa menghilang!

Selasa, 28 September 2010

Sepucuk Surat Untuk Atalla

oke.. ini adalah cerpen yang aku kerjakan buat tugas bahasa Indonesia di kelas X..


Sepucuk Surat Untuk Atalla

Atalla, malam ini hujan basahi tanah lagi, aku jadi teringat padamu.
Aku merobek secarik kertas dari buku agendaku, dulu kamu yang memberikan buku ini untukku, kamu bilang ’supaya kerjaan kamu tuh terjadwal, jadi kamu juga punya waktu istirahat’ dan yang paling kuingat ’jangan lupa ya, tulis jadwal makan juga, jaga pola makan kamu, nanti maag kamu kambuh lagi.. aku sedih kalau kamu sakit..’
Atalla, Atalla.. kamu meninggalkan begitu banyak kenangan di sini.
Aku mulai menorehkan garis – garis tinta halus di kertasnya.
Bait – bait untukmu, Atalla.
..............

Tertuju dengan kasih, pada suatu malam hujan
Atalla Masherranza Prasetya


Atalla, andai kau tahu, aku masih bisa mengingat tangisanmu kala itu. Aku masih mengenang raut sedihmu saat kau bercerita tentang masa kecilmu. Saat kau merasa kau tak seharusnya terlahir, juga lirih bisik suaramu yang berucap lembut tentang betapa kau bahagia bertemu denganku. Bahwa akulah yang dapat mengerti kamu, bahwa kau percaya padaku, bahwa kau sangat menyayangiku.

Atalla, aku ingin menulis sebuah kisah. Kisah yang menceritakan tentang sepasang bocah manusia yang terikat dalam satu takdir. Dimana terlahir suatu kehangatan yang kita sebut itu kebersamaan. Kisah tentang kita. Tentang aku dan kau, Atalla.

Atalla, entah sejak kapan kita berada di tempat ini. Membangun istana kita sendiri. Menghalau tiap –tiap jiwa agar tak turut serta dalam dunia kita. Menciptakan jarak bagi yang lain, menciptakan alam bagi kita sendiri, seakan hanya ada sosok ku dan sosok mu disana.
Saling mencurahkan perhatian dan kasih sayang. Mengingatkan akan keteguhan hati. Saling menjaga, saling melindungi. Belajar untuk selalu memahami satu sama lain, mengerti dirimu, mengerti aku.

Kita melalui waktu – waktu bersama, Atalla. Bersembunyi dari mereka yang tak mengerti apapun. Menghabiskan detik – detik dengan canda tawa kita, sesaat kemudian saling termangu mengusap air mata kita.

Wahai Atalla, semua yang terjadi begitu indah, kehangatan itu terasa nyata disini.
Seporsi kebahagiaan yang kita bagi berdua, sebait kepedihan yang kita ubah bersama, melukisnya menjadi panorama.
Hingga sekat antara kita semakin tipis, dan keberadaan kita semakin lekat dalam hati. Hingga perasaan itu tumbuh, lebih dalam dan semakin dalam, mengikat hati kita, membelenggu jiwa kita. Merasa selalu ingin bersama, merasa selalu ingin memiliki. Tak ingin kehilangan, dan tak ingin melupakan.

Dan bodohnya manusia,
Kita mengungkapan pada dunia tentang apa yang ada dalam hati kita, saat benteng kita harus diruntuhkan, saat istana kita harus dihancurkan.
Saat semua lukisan kita harus dimusnahkan.. Jika ini yang terjadi, bukan hanya dunia kita yang akan musnah, tapi juga aku yang retak.. begitu kah juga engkau?
Bukan kebencian, melainkan ketakutan yang menyelubungiku.
Aku takut, ketakutan yang sama denganmu dulu.
Aku takut, aku takut jika aku hanyut dalam lautan indahmu, Atalla.
Bukan kemarahan, melainkan kesedihan yang menyelimutiku.
Aku sedih menyadari semua yang telah kita lalui ini harus berakhir seperti ini.
Berakhir, Atalla. Dan aku akan kehilanganmu.

Aku tahu, kata perpisahan itu, bukan hanya aku yang meredam airmata mendengarnya, tapi juga kau.
Ini demi yang lain, kita harus berkorban.
Namun mengapa perpisahan kita harus diawali kembali dengan pernyataanmu?
Kenapa?
Tak sadarkah kau, itu semakin menyiksaku yang telah terluka oleh kesendirian.

Aku benar – benar merasa kehilanganmu! Aku kehilangan satu hati yang begitu berharga bagiku. Kau berharga bagiku, Atalla.
Disisi lain kau tersenyum padaku, mengatakan hal yang tak pernah kuduga.
Dan terlebih pedih bagiku, perasaanmu itu terbalaskan oleh alam bawah sadarku! Bukan aku tak suka, namun aku tetap menangis. Menangis karena merasa ini sudah jauh, jauh tersesat!
Mengapa kau terlalu lama memendamnya? Mengapa kau tak pernah mengatakannya saat itu? Padahal banyak waktu yang kita lalui bersama.
Saat datangnya satu kehangatan yang menyelimuti kita ditengah dinginnya hujan kala itu, waktu – waktu kamu memperlakukanku begitu lembut, juga sajak – sajak indah yang kau persembahkan untukku.

Atalla, sekarang aku harus bagaimana? Aku berada di antara kau, hidupmu, masalahmu, dirimu..
Seandainya kau mengerti, Atalla, di belakangmu berdiri sosok yang selalu setia mencintaimu, selalu setia menantimu membalas perasaannya, bertahun – tahun memendam perih karena kau tak kunjung memandangnya.
Di hadapanmu berdiri sosok yang kau cintai, yang kau kagumi. Dia tersenyum begitu manis, dia terus disana, dan kau terus mengejarnya.
Di sisi lain ada sosok terpaku memandangmu, dia yang juga terhipnotis oleh dirimu, meneteskan air matanya, dia yang begitu menginginkanmu.. dia yang selalu memandangmu dari sisi yang tak pernah kau jamah.
Dan kau berdiri diantara semuanya.

Dan aku, kau menggenggam tanganku ditengah – tengah itu semua. Kau tak kunjung melepaskan genggaman itu. Kau berlari mengejar apa yang –pernah– kau cintai, di belakangmu sosok pedih itu terus mengikutimu, juga dia yang tak menyerah menunggumu, dan aku yang kau ajak berlari disisimu!

Lepaskan aku, Atalla! Akan terlalu sakit jika terus disini!
Jika yang dihadapanmu tak membalas perasaanmu, mengapa tak kau coba berbalik dan lihat! Siapa yang ada dibelakangmu!
Dia begitu manis, coba perhatikan kesetiaannya.
Atalla, jika itu tak juga mampu menepis segalanya, coba jamah sisi lain ruang gelap ini, ada yang menunggumu disana.
Atau tinggalkanlah semuanya! Berpaling dari semuanya dan bawa setangkai melati putih itu untukku. Untukku tanpa seorangpun yang tahu..
dan kurasa itu tak mungkin. Tak kan pernah.

Lalu, diantara begitu banyak yang menunggumu, mengapa kau tak juga melepaskan genggamanmu?
Atalla, aku sudah memenuhi keinginanmu, aku ada bersamamu disini. Selalu kutahan tangis batinku demi senyummu, karena ku tak ingin senyum itu pudar.
Suatu ketika pernah ku coba lepaskan genggamanmu, aku terlepas, dan kucoba jauhi kamu. Namun rintihanmu memanggilku untuk kembali, saat kembaliku, kau merangkulku, mendekapku erat, lalu berkata ”jangan pernah tinggalkan aku lagi!”
Dan mengapa kau yang kini memilih untuk meninggalkanku, namun justru semakin erat mengikatku..

Atalla, kita saling mengerti dan mencoba untuk selalu saling memahami.
Kau bisa mengerti apa yang kuinginkan begitupun aku yang selalu coba mengerti kamu. Tidak ada yang kita sembunyikan di dunia kita. Aku tahu perasaanmu dan kau pun tahu apa yang kurasakan terhadapmu.
Jika aku terpuruk, kau selalu berkata bahwa kau ada disini bersamaku. Bersedia berbagi duka, membuatku kembali tersenyum. Begitupun jika kau tengah lara, aku kan ada untukmu.

Dan ketika kisah kita harus diakhiri kau berucap terbata bahwa kau kehilangan aku. Tersentak kudengar itu. Kehilangan? Teringat akan tawa tangis kita, kebersamaan dan kesendirian kita.. ya.. akupun kehilangan kamu. Dan aku benci itu, Atalla!
Namun satu yang kuyakinkan pada hatiku. Aku tidak akan memenangkan egoku. Aku tak akan berbohong bahwa aku tak menginginkanmu, tapi disana masih banyak yang lebih membutuhkan kamu. Aku tak ingin bahagia namun harus bersembunyi dari pandangan mereka. Aku juga tak ingin tersenyum cerah sedangkan aku tahu mereka merintih. Meski jika aku ingin, aku bisa saja melakukannya.

Jika aku jujur, mungkin ini memang salahku. Bukan, bukan tentang keinginanku. Melainkan posisiku.
Aku mengenal kalian, aku tahu isi hati kalian, aku tahu hubungan kalian, aku tahu apa yang kalian inginkan satu sama lain, aku menyimpan rahasia kalian.
Disinilah aku terpuruk. Padahal aku ingin mengetahuinya karena aku ingin bisa melakukan yang terbaik tanpa harus menyakiti.

Namun dirikupun terus memaksa untuk tak memperdulikan kalian. Seakan -akan kalian sedang menari dalam genggamanku, seperti aku sedang mempermainkan kalian. Mempermainkan perasaan kalian.
Namun sungguh, aku tak berniat melakukannya. Maafkan aku, Atalla..

Aku tak akan mempermainkanmu, bahkan untuk membalas kasih sayangmupun aku tak tahu bagaimana caranya. Aku harus berbuat apa...?
Jika kubalas kau secara nyata, akan ada yang merintih disana. Jika tak kulakukan itu, aku tak ingin melihatmu terluka.
Karena aku tahu semua perihal itu, maka semakin berat pertimbangan langkahku.

Biarlah keinginanku atasmu hanya tertulis di secarik papyrus tua di benakku.
Lupakan saja. Jangan pikirkan tentang ini. Cukup aku saja yang tampak lemah.
Jangan meringkuk dalam ketakutanmu, aku tak akan pergi, Atalla. Tugasku belum usai. Masih banyak yang harus kuberi untuk membalas kasih sayangmu.
Tetaplah jadi dirimu, seperti kamu yang aku kenal, kamu dengan segala limpahan perhatianmu..
Aku akan tetap disini. Aku tak akan keluar atau menjauh.
Meski berat, karena mungkin aku terlalu bingung harus berbuat apa.

Seperti yang pernah kau katakan padaku ”kamu percaya aku kan?”
Ya.. Aku mempercayaimu, Atalla. Dan kuharap kau juga bisa percaya padaku.
Aku menyayangimu, aku tak ingin menyakitimu. Aku selalu inginkan yang terbaik untukmu.

Wahai Atalla, hanya ini yang bisa kulakukan.
Terimaksih telah melimpahkan perhatianmu padaku. Terimakasih telah menjagaku selama ini. Terimakasih kau telah begitu menyayangi diriku.

Atalla, kutulis ini untukmu, meski kau tak sempat lagi membacanya. Ini adalah masa lalu kita. Karena kini kau telah meyakinkanku akan kesetiaanmu. Karena kau telah melimpahkan kasih itu hanya untukku.
Wahai Atalla, kusampaikan salamku melalui rintik air langit malam ini, melalui senandung angin dan bisik lembut dedaunan, bahwa aku masih akan terus menunggumu.
Aku tahu saat ini akan tiba, setelah topan – topan kecil yang menggoyahkan kita, setelah kedamaian dan kehangatan yang kau persembahkan untukku, kau pasti akan pergi. Kau akan berada di tempat yang terpisah jauh dariku, itu benar kan, Atalla?

Kau tak perlu cemas, Atalla. Aku masih ada di sini, di tempat kau biasa bersandar melepas penatmu, tempat kau biasa berbaring dan bercerita tentang hal – hal yang kau alami dihari itu.
Atalla, meski kau berada jauh dariku, aku percaya kasih sayang itu tak akan terpisah. Ini tentang kepercayaan, Atalla. Tentang janji yang pernah kita ucapkan bersama..

”aku akan bahagia jika kamu bahagia
dan apabila kamu manangis
aku tak akan membiarkanmu menangis sendirian.
dan aku juga tak akan menangis bersamamu

karena aku akan membuatmu bahagia
aku akan membuatmu berhenti menangis
dan akan kubuat kau tersenyum lagi
itu janjiku, untukmu”

Meski aku melalui hari – hari yang berat disini, meski aku menerima cercaan dan kebencian dari orang – orang disekitarku, kumohon, tetaplah percaya padaku.
Atalla, aku yakin kau tak berbohong, kau selalu memaafkan salahku meski tak kuucap kata maaf padamu. Begitupun aku.
Atalla, terimakasih kau selalu bisa memahamiku.

Jauh darimu akan membuatku semakin kuat, semakin teguh, semakin bisa menjaga rasa itu. Aku belajar tentang arti kehadiranmu, dan arti kehilangan.
Atalla, jika kau kembali nanti, ingatlah tentang kisah – kisah kita. Aku selalu menjaganya, Atalla. Aku menjaganya hanya untukmu.
Karena semua ini bagai lukisan abstrak, hanya pelukisnya yang mengerti betapa indahnya lukisan itu.

Teruslah menjadi Atallaku, Atallaku yang penuh semangat. Atallaku yang tak pernah tampak murung, juga Atallaku yang bisa menangis tersedu di hadapku
Selamat jalan.
Aku yakin kau pasti kembali, Atalla.
..............
Aku tersenyum, semoga kau juga bahagia di sana. Malam sudah semakin larut, hujan juga tak kunjung henti. Lebih baik kita istirahat sekarang.
Kubaringkan tubuhku lemah, dan terpejam.

”Selamat malam, Atalla. lelaplah dalam tidurmu, semoga malaikat – malaikat menjagamu, menemanimu hingga mentari kembali hangati harimu esok pagi. Do’a dan kasih sayang menaungimu...”

Tertuju dengan kasih,pada suatu malam hujan
Arrasha Naila Aqielah
















Augita Putri Roadiastuty Prayitno
RSBI X_2
SMA Negeri 2 Bandarlampung
TA : 2009/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar