“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat keatas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja ,hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,serta mulut yang akan selalu berdoa”.

(Donny Dhirgantoro - 5 cm)

mar gheall orm

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia
kalo lo bilang gue bisa terbang, gue yakin lo bisa menghilang!

Kamis, 17 Juni 2010

watashi wa

Augita Putri Roadiastuty Prayitno
Putri pertama – karena kakakku meninggal dunia – dari papaku, Ir Teddy Dwi Prayitno dan mama, Dra. Lita Chandra Rahayu.
Cukup sering aku membayangkan bagaimana sosok kakakku. Jika saja ia punya kesempatan untuk terlahir ke dunia. Mama, papa dan aku punya satu keyakinan yang sama, meski kami hampir tidak pernah lagi menyinggung soal ini – mungkin hampir melupakannya –. Keyakinan itu adalah, bahwa kakakku itu laki – laki.
Aku yang sudah sebesar ini pun masih sering bertingkah bodoh, membayangkan seandainya kakakku itu hidup, akan seperti apakah dia? Pasti menyenangkan.
Gak perlu bingung atau takut lagi kalau harus pergi kemana – mana, jalan – jalan, atau sekedar makan eskrim, karena aku punya dia.
Tapi itu cuma khayalan. Nyatanya aku terlahir sebagai anak pertama disini, punya 2 orang adik, dan harus bertanggung jawab pada mereka, lebih dewasa dan memberi contoh baik. Apa jadinya kalau aku ini tipikal anak manja yang bergantung pada orang lain. Aku sangat tidak ingin begitu.
Namun ada satu hal yang karenanya terpaksa aku tidak bisa berdiri tegak seorang diri.
I do mean that.

Aku gak terlahir sebagai anak yang kuat secara fisik, atau sehat total. Setidaknya aku juga gak seburuk yang kau bayangkan.
Semenjak aku bayi, fisikku memang sangat lemah. Daya tahan tubuhku sangat rendah. Itu menyebabkan aku sangat mudah sakit dan sangat sulit untuk sembuh. Bahkan untuk sekedar sembuh dari ifluenza pun aku butuh waktu dua sampai 3 bulan.
Orang tuaku sudah sangat maklum akan lemahnya aku.
Aku terlahir dengan berat 2,7 kg dan panjang 4,8 cm. Itu kalau tidak salah. Terbilang kecil. Jika papa tidak cepat – cepat putar arah kembali ke Banda Aceh, mungkin aku akan keluar dari rahim mama di dalam mobil, di tengah perjalanan menuju Lokhsumawe.
Hha, bahkan kelahiranku pun terdengar ekstrim.

Dulu, papa dan mama sangat sibuk, tak jarang mereka meninggalkanku dirumah kami yang notebene cukup besar, rumah bertingkat seluas 300m2 , hanya ditemani 2 orang pembantu, mba nunung dan mba kokom. Mba nunung sudah dianggap mama seperti anak sendiri, dia sudah merawatku sejak aku lahir. Mba kokom baru berkerja dengan mama. Mmbantu mama di cafe
Suatu hari, saat mama dan papa pergi, aku merasa sangat bosan. Aku keluar dari kamarku, berjalan menuju ruang tamu. Di sana ada sebuah meja marmer bundar, penyangganya dari kayu, dan diatas marmer itu terdapat lapisan meja kaca. Juga sebotol saus, kecap dan sebuah vas bunga kristal di tengah meja. Aku juga melihat tumpukan majalah disana, aku mengambilnya satu, lalu duduk di tepi meja marmer berlapis kaca itu. Kurasa saat itu usiaku kurang lebih 2 tahun, jadi aku tidak berpikir tentang resiko ’kelebihan beban disebelah sisi’ yang mengakibatkan meja tersebut terbalik, menimpaku. Kacanya pecah berkeping – keping, pun dengan semua benda di atas meja. Marmernya tidak pecah, tapi jatuh dan menimpa tubuhku yang kecil.
Aku mengalami luka cukup parah, pecahan kaca itu melukaiku, terutama kaki. Ditambah memar karena tertimpa marmer – sungguh itu sangat berat, aku tidak bohong –.
Yang terekam di memoriku sampai sekarang adalah... saat itu lantai penuh dengan darahku. Tepat pada saat aku mulai meringkuk di ujung ruangan dengan darah mengalir deras dari kakiku yang robek dan lainnya, mba nunung dan mba kokom datang mendekatiku. Juga mama dan papa yang baru saja sampai dirumah, mama langsung panik, aku merasa semakin lemas, lalu pingsan. Begitu kata mama. Ya, aku juga tidak ingan kapan aku dibawa kerumah sakit, mungkin benar aku pingsan, saking banyaknya darah yang mengalir. Saat terbangun aku sudah di ranjang rumah sakit.
Jika kau bertanya mengapa aku bisa sebegitu detailnya mengingat peristiwa ini, bagaimana tidak, 14 jahitan di kakiku yang menjadi saksi..

Kemudian ada lagi, kali ini aku lupa kapan tepatnya, hari itu memang kompleks sedang ramai, banyak anak – anak bermain di jalna – jalan kompleks. Begitu pula denganku. Di kompleks ku. Ada sebuat perempatan utama, saat itu aku cuma ingat sedikit hal.
Aku mengenakan baju sailor bernuansa putih dan sedikit merah. Kau bisa mengecek baju itu dirumahku, sampai sekarang masih awet. Mungkin aku begitu inginnya ikut bermain, aku berlari –dengan kaki, tanpa sepeda– menuju perempatan dari arah barat menuju timur. Dua atau tiga langkah sebelum perempatan, tanpa sempat aku merespon, sebuah sepeda berkecepatan lumayan datang dari arah utara dan menabrakku. Sesaat aku yang terjatuh masih kuat bangun, baru saat aku melihat wajah, tangan dan bajuku sudah berlumuran darah – hanya sepersekian detik dari waktu kejadian – aku berlari pada mama. Sambil berusaha menghentikan darah yang terus mengalir dari bibirku yang robek terkena stank dan rem sepeda, menutup mulut dengan kedua tanganku. Mama menyambutku dan segera membawaku ke puskesmas terdekat. 3 jahitan di bibir, aku masih bisa merasakan bekas jahitannya...

Hm,, rasanya ini jadi cerita mengenaskan.
Pada usia 2,5 tahun, aku pertama kali merasakan keadaan antara hidup dan mati. Begitulah berapa dokter mengungkapkan pengertian kata ’KOMA’.
Setelah koma selama hampir seminggu, aku juga 2 minggu lebih diopname karena sakit, selama itu pula papa dan mama setia menemaniku di kamar rumah sakit. Mama bilang, sewaktu aku koma dan tak sadarkan diri seminggu lamanya, papa selalu menangis. Ya, mungkin karena melihat aku seperti orang mati.
............
Itu masa lalu.

Aku tidak seperti kedua adikku yang sehat – secara harafiah –, ada yang kurang baik dalam sistem keseimbanganku, itu yang menyebabkanku mudah sekali jatuh, bahkan jatuh tanpa sebab sampai terluka. Sewaktu kecil, aku pernah berguling di tangga dari lantai dua, ya, terjatuh karena tidak seimbang. Penah saat sedang berjalan, aku tiba – tiba tersungkur jatuh tanpa sebeb, akibatnya lutut dan tanganku lecet. Yang terparah adalah waktu bibirku ikut pecah.
Hha, gak usah dibayangin deh..
SMP, masa terberat bagi ketidak seimbanganku, aku semakin sering terjatuh tanpa sebab. Entah dirumah, sekolah, tempat umum, bahkan jatuh saat turun dari angkutan umum.

Sejak SD aku sudah sering pingsan, entah apa sebabnya. Kurasa karena tekanan darahku yang memang rendah. Sekarang sudah lebih baik.

Baru – baru ini aku mengetahui kalau aku juga memiliki penyakit maag, sederhana mungkin. Tapi kurasa tidak maag stadium dua itu tidak sesederhana yang kubayangkan.
Aku sering merasa mual lalu muntah. Padahal aku sudah makan. Aneh rasanya, jika aku makan sedikit, lambungku terasa sakit, jika banyak, aku pasti mual dan muntah. Setiap makan, hal itu selalu berulang.
Beberapa minggu terakhir maagku naik menjadi stadium tiga, semakin dekat dengan kebocoran dinding lambung dan...
Dan..
Kematian.
Oh, tidak, tidak.. aku tidak pantas membicarakan soal itu.

Setelah sinusitis, darah rendah, keseimbangan tidak normal, maag stadium 2, lalu apa lagi? ada 1 lagi, paru – paru. Paru – paruku bermasalah. Tak jarang aku merasa sangat tercekal, sulit sekali bernapas. Jika sudah begitu, diafragma dan rongga dadaku akan terasa sangat sakit, sakit sekali. Aku tidak akn bisa menarik napas panjang, itu akan menyebabkan dadaku semakin sakit.
Aku melampiaskan rasa sakit itu dengan berteriak, loncat – loncat, sambil berusaha bernapas.
Meski ini tak terlalu sering terjadi, tapi tetap saja. Suhu badanku bisa turun dan jadi dingin saat aku mengalaminya.

Dulu, banyak yang mengenalku sebagai pribadi ceria.. aku berharap itu tidak hilang.
Ada kalanya aku merasa begitu lemah, mereka bilang itu lebih baik dari pada sok kuat.

Kuharap penyakitku tidak menumbuhkan benih – benih kasihan, aku tetap ingin diperlakukan seperti biasa. Bukan seperti orang sakit.
Aku bersyukur, sangat. Meski aku sakit, aku masih bisa tertawa, masih bisa berdiri dengan kakiku sendiri. Aku masih bisa hadir ditengah orang – orang yang kusayangi. Aku bersyukur masih bisa melihat senyum kalian, bahkan masih bisa berbicara dan menyemangati kalian. Semoga ini untuk selamanya.

Terimakasih.. terimakasih kalian mau membaca tulisan ini, terimakasih.
Terimakasih untuk orang – orang yang selalu memperhatikanku. Membuatku tersenyum, menyemangatiku, atau bahkan sering bercanda denganku.
Aku sayang kalian..

Tiap aku nulis tentang ini, berarti ada hal yang sangat ingin kukatakan..
Mama papa, jangan khawatir. Aku baik – baik saja. Aku janji vonis dokter gak akan terbukti semudah itu..
Aku sayang kalian semua. ^ ^







Hhaha, udah dong. Jangan sedih gitu tampangnya.. hhihi. Ayo ayo, semangat!!
XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar